Sunday, March 10, 2013

HAMA PENYAKIT TANAMAN JAGUNG

Hama Penyakit Tanaman Jagung

Tanaman Jagung




HAMA



Ulat Tanah (Agrotis sp.)

Hama jenis ini menyerang tanaman jagung muda pada malam hari, sedangkan pada siang harinya bersembunyi di dalam tanah. Ulat tanah menyerang batang tanaman jagung muda dengan cara memotongnya, sehingga sering dinamakan juga ulat pemotong.


Pengendalian hama ulat tanah dapat dilakukan menggunakan insektisida biologi dari golongan bakteri seperti Bacilius thuringiensis atau insektisida biologi dari golongan jamur seperti Beauvaria bassiana. Secara kimiawi bisa dilakukan penyemprotan insektisida berbahan aktif profenofos, klorpirifos, sipermetrin, betasiflutrin atau lamdasihalortrin. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.



Belalang (Locusta sp., dan Oxya chinensis)

Hama belalang pada tanaman jagung merupakan hama migran dimana tingkat kerusakannya tergantung pada jumlah populasinya dan tipe tanaman yang diserang.

Hama belalang menyerang terutama pada bagian daun, daun terlihat rusak karena serangan dari belalang tersebut, jika populasinya banyak dan belalang sedang dalam keadaan kelaparan, hama ini bisa menghabiskan sekaligus dengan tulang – tulang daunnya.

Pengendalian secara kimiawi bisa dilakukan penyemprotan insektisida berbahan aktif profenofos, klorpirifos, sipermetrin, betasiflutrin atau lamdasihalortrin. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.


Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais Motsch)

Kerusakan biji oleh kumbangn bubuk dapat mencapai 85% dengan penyusutan bobot biji 17%.  Hama ini menyerang tongkol jagung sejak masih di areal pertanaman sampai merusak biji jagung dalam penyimpanan. Imago bisa bertahan dalam biji selama beberapa hari sebelum membuat lubang keluar.



Pengelolaan  Tanaman

Serangan selama tanaman di lapangan dapat terjadi jika  tongkol terbuka.  Tanaman yang kekeringan, dengan pemberian pupuk yang rendah menyebabkan tanaman mudah terserang busuk tongkol sehingga dapat diinfeksi oleh kumbang bubuk. Panen yang tepat pada saat jagung mencapai masak fisiologis untuk mencegah sitophilus zeamais, karena panen yang tertunda dapat menyebabkan meningkatnya kerusakan biji di penyimpanan.

Pestisida nabati yang dapat digunakan yaitu daun Annona sp., Hyptis spricigera, Lantana camara, Ageratum conyzoides, Chromolaena odorata, akar Khaya senegelensis, Acorus calamus, bunga Pyrethrum sp., Capsicum sp., dan tepung biji Annona sp. dan  Melia sp.

Penggunaan agensia hayati dapat dilakukan untuk menekan perkembangan kumbang bubuk, seperti Beauveria bassiana  pada konsentrasi 109 konidia/ml takaran 20 ml/kg biji dapat mencapai mortalitas 50%. Penggunaan parasitoid Anisopteromalus calandrae (Howard) juga mampu menekan  perkembangan kumbang bubuk.

Fumigasi

Fumigan merupakan senyawa kimia yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama melalui sistem pernapasan.  Fumigasi  dapat dilakukan pada tumpukan komoditas kemudian ditutup rapat dengan lembaran plastik.  Fumigasi  dapat pula dilakukan pada penyimpanan yang kedap udara seperti penyimpanan dalam silo, dengan menggunakan kaleng yang dibuat kedap udara atau pengemasan dengan menggunakan jerigen plastik, botol yang diisi sampai penuh kemudian mulut botol atau jerigen dilapisi dengan parafin untuk penyimpanan skala kecil.  Jenis fumigan yang paling banyak digunakan adalah phospine (PH3), dan Methyl Bromida (CH3Br).


Lalat Bibit (Atherigona sp.)

Lalat bibit hanya ditemukan di daerah Jawa dan Sumatera dan dapat merusak pertanaman jagung hingga 80% dan bahkan puso.  Lalat bibit menyerang tanaman jagung dengan cara meletakkan telur di bawah permukaan daun. Larva yang baru menetas melubangi batang kemudian membuat terowongan sampai dasar batang, sehingga tanaman jagung menjadi kuning dan akhirnya mati. Pupa terdapat pada pangkal batang dekat atau di bawah permukaan tanah. Jika tanaman terserang mengalami recovery (proses penyembuhan), maka pertumbuhannya akan kerdil.

Pemanfaatan agensia hayati dapat dilakukan dengan memanfaatkan parasit Trichogramma spp. yang memarasit telur. Sedangkan Opius sp. Dan Tetrastichus sp. memarasit larva

Pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan perlakuan benih (seed dressing) yaitu menggunakan insektisida berbahan aktif thiodikarb dengan dosis 7,5-15 g b.a./kg benih atau karbofuran dengan dosis 6 g b.a./kg benih. Pada umur 7 hari dilakukan penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif karbosulfan. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.




Ulat Grayak (Spodoptera sp.)

Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok. dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau.

Pengendalian secara fisik dapat dilakukan dengan memasang alat perangkap ngengat sex feromonoid sebanyak 40 buah/Ha semenjak tanaman jagung berumur 2 minggu.

Penggunaan agensia hayati dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami seperti : Cendawan Cordisep, Aspergillus flavus, Beauveria bassina, Nomuarea rileyi, dan Metarhizium anisopliae.  Dari golongan bakteri yaitu Bacillus thuringensis. Pemanfaatan patogen virus untuk ulat ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan Sl-NPV (Spodoptera litura – Nuclear Polyhedrosis Virus). Parasit lain yang dapat dimanfaatkan adalah Parasitoid Apanteles sp., Telenomus  spodopterae, Microplistis similis, dan Peribeae sp.

Pengendalian secara kimiawi bisa dilakukan penyemprotan insektisida berbahan aktif profenofos, klorpirifos, sipermetrin, betasiflutrin atau lamdasihalortrin. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.


Penggerek Tongkol (Heliotis armigera, dan Helicoverpa armigera.)

Imago betina akan meletakkan telur pada silk (rambut) jagung. Rata-rata produksi telur imago betina adalah 730 butir, telur menetas dalam tiga hari setelah diletakkan. Sesaat setelah menetas larva akan menginvasi masuk ke dalam tongkol dan akan memakan biji yang sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung. Pada lubang bekas gorokan hama ini terdapat kotoran hama tersebut, biasanya hama ini lebih dahulu menyerang pada tangkai bunga.

Pemanfaatan agensia hayati dan cukup efektif untuk mengendalikan penggerek tongkol adalah Parasit, Trichogramma spp. merupakan parasit telur dan Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) parasit pada larva muda. Cendwan Metarhizium anisopliae. menginfeksi larva dan aplikasi bakteri Bacillus thuringensis

Pengendalian secara kimiawi bisa dilakukan penyemprotan insektisida berbahan aktif profenofos, klorpirifos, sipermetrin, betasiflutrin atau lamdasihalortrin. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan. Penyemprotan dilakukan setelah terbentuk rambut jagung pada tongkol hingga rambut jagung berwarna coklat.




Penggerek Batang (Ostrinia fumacalis)

Hama ini menyerang semua bagian tanaman jagung pada seluruh fase pertumbuhan. Kehilangan hasil akibat serangannya dapat mencapai 80%. Tingginya kerusakan hasil yang ditimbulkan tersebut karena titik serangnya bukan hanya pada bagian tertentu saja, namun hampir di semua bagian tanaman jagung bisa menjadi incarannya. Selain itu, hama ini juga menyerang pada semua fase pertumbuhan tanaman jagung.

Ngengat aktif malam hari, dan menghasilkan beberapa generasi per tahun, umur imago/ngengat dewasa 7-11 hari. Ngengat betina lebih menyukai meletakkan telur pada tanaman jagung yang tinggi dan telur di letakkan pada permukaan bagian bawah daun utamanya pada daun ke 5-9, umur telur 3-4 hari.

Larva yang baru menetas berwarna putih kekuning-kuningan, makan berpindah-pindah, larva muda  makan pada bagian alur bunga jantan, setelah instar lanjut menggerek batang, umur larva 17-30 hari. Pupa biasanya terbentuk di dalam batang, berwarna coklat kemerah merahan,  umur pupa 6-9 hari.

Gejala Serangan
Larva Ostrinia furnacalis ini mempunyai karakteristik kerusakan pada setiap bagian tanaman jagung yaitu lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada batang, bunga jantan, atau pangkal tongkol, batang dan tassel yang mudah patah, tumpukan tassel yang rusak.

Penggunaan agensia hayati dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasitoid Trichogramma spp. dapat memarasit telur O.   furnacalis. Bakteri Bacillus thuringiensis Kurstaki  mengendalikan larva O. Furnacalis. Serta aplikasi cendawan Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae untuk mengendalikan larva  O. furnacalis.

Pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan insektisida berbahan aktif monokrotofos, triazofos, metomil, metamidophos, diklhrofos, dan karbofuran. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.



Kutu Daun (Mysus persicae)

Hama kutu daun pada tanaman jagung adalah Mysus persicae. Hama  ini mengisap cairan tanaman jagung terutama pada daun muda, kotorannya berasa manis sehingga mengundang semut dan berpotensi menimbulkan serangan sekunder yaitu cendawan jelaga. Serangan parah menyebabkan daun tanaman jagung mengalami klorosis(kuning), dan menggulung. Kutu ini juga menjadi serangga vektor penular virus mosaik.

Pengendalian hama Mysus persicae dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.



PENYAKIT



Hawar Daun (Helmithosporium turcicum)

Pada awal terinfeksi maka gejala berupa bercak kecil, berbentuk oval kemudian bercak semakin memanjang  berbentuk  ellips dan berkembang menjadi  nekrotik yang disebut hawar, warnanya hijau keabu-abuan atau coklat. Panjang hawar 2,5-15 cm, bercak muncul dimulai pada daun yang terbawah kemudian berkembang menuju daun atas. Infeksi berat dapat mengakibatkan tanaman jagung cepat mati atau mengering, dan cendawan ini tidak menginfeksi tongkol atau klobot. Cendawan ini dapat bertahan hidup dalam bentuk miselium dorman  pada  daun  atau  pada sisa sisa tanaman di lapang.

Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara memusnahan seluruh bagian tanaman yang terserang sampai ke akarnya (Eradikasi tanaman). Secara kimiawi menggunakan fungisida dengan bahan aktif mankozeb dan dithiocarbamate. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.


Busuk Pelepah (Rhizoctonia solani)

Gejala serangan ditandai dengan adanya bercak berwarna agak kemerahan kemudian berubah menjadi abu-abu, selanjutnya bercak meluas, seringkali diikuti pembentukan sklerotium dengan bentuk tidak beraturan berwarna putih kemudian berubah menjadi cokelat.

Serangan penyakit dimulai dari bagian tanaman yang paling dekat dengan permukaan  tanah kemudian menjalar ke bagian atas. Pada varietas yang tidak tahan penyakit ini (rentan) serangan cendawan dapat mencapai pucuk atau tongkol. Cendawan bertahan hidup sebagai miselium dan sklerotium  pada  biji, di tanah dan pada sisa-sisa tanaman di lapang. Keadaan tanah yang basah, lembab, dan drainase yang kurang baik akan merangsang pertumbuhan miselium dan sklerotia.

Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga kelembaban areal pertanaman, yaitu dengan pengaturan jarak tanam tidak terlalu rapat dan pengaturan drainase air agat tidak terjadi genangan. Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan sefamili. Pengendalian kimiawi dengan menggunakan fungisida berbahan aktif mankozeb dan karbendazim. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.


Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis)

Penyakit bulai merupakan penyakit utama tanaman jagung. Penyakit ini menyerang tanaman jagung pada 1-2 minggu. Kegagalan budidaya jagung akibat serangan penyakit ini dapat mencapai 100%.

Gejala khas bulai adalah adanya warna khlorotik memanjang sejajar tulang daun dengan batas yang jelas antara daun sehat. Pada permukaan atas dan bawah daun terdapat warna putih seperti tepung dan ini sangat jelas pada pagi hari. Selanjutnya pertumbuhan tanaman jagung akan terhambat, termasuk pembentukan tongkol, bahkan tongkol tidak terbentuk, daun-daun menggulung dan terpuntir serta bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan.

Tanaman yang terinfeksi penyakit bulai pada umur masih muda umumnya tidak menghasilkan buah, tetapi bila terinfeksi pada tanaman yang sudah tua namun masih terbentuk buah dan umumnya pertumbuhannya kerdil.

Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain penggiliran tanaman, penanaman jagung secara serempak, pemusnahan seluruh bagian tanaman terserang sampai ke akarnya (Eradikasi tanaman). Pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan cara perlakuan benih menggunakan fungisida berbahan aktif metalaksil dengan dosis 2 gram (0,7 g bahan aktif) per kg benih. Selain itu penyemprotan tanaman pada umur 5, 10, dan 15 hari menggunakan fungisida berbahan aktif metalaksil, famoksadon, atau benomil. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.


Busuk Tongkol

a. Busuk tongkol Fusarium (Fusarium moniliforme)

Gejala penyakit ini permukaan biji pada tongkol berwarna merah jambu sampai coklat, kadang-kadang diikuti oleh pertumbuhan miselium seperti kapas yang berwarna merah jambu. Cendawan berkembang pada sisa tanaman dan di dalam tanah, cendawan ini dapat terbawa benih, dan penyebarannya dapat melalui angin atau tanah. 

b. Busuk tongkol Diplodia (Diplodia maydis)

Kelobot yang terinfeksi pada umumnya berwarna coklat, infeksi pada kelobot setelah 2 minggu keluarnya rambut  jagung, menyebabkan biji berubah menjadi coklat, kisut dan busuk. Miselium berwarna putih, piknidia berwarna hitam tersebar pada kelobot.  Infeksi dimulai pada dasar tongkol berkembang ke bongkol kemudian merambat ke permukaan biji dan menutupi kelobot. Cendawan dapat bertahan hidup dalam bentuk spora dan piknidia yang berdinding tebal pada sisa tanaman jagung di lapangan.

c. Busuk tongkol Gibberella (Gibberella roseum)

Tongkol yang terinfeksi dini oleh cendawan ini dapat menjadi busuk dan kelobotnya saling menempel erat pada tongkol, buah berwarna biru hitam di permukaan kelobot dan bongkol.

Pengendalian ketiga penyakit busuk tongkol di atas yaitu dengan cara tidak membiarkan tongkol terlalu lama mengering di lapangan, jika musim hujan  bagian batang dibawah tongkol dipotong agar ujung tongkol tidak mengarah keatas. Pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan termasuk padi-padian, karena patogen-patogen tersebut mempunyai banyak tanaman inang. Secaraa kimiawi dapat dilakukan penyemprotan tanaman menggunakan fungisida berbahan aktif metalaksil, famoksadon, atau benomil. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.


Busuk Batang

Penyakit busuk batang jagung disebabkan oleh delapan spesies/cendawan seperti Colletotrichum graminearum, Diplodia maydis, Gibberella zeae, Fusarium moniliforme, Macrophomina phaseolina, Pythium apanidermatum, Cephalosporium maydis, dan Cephalosporium acremonium.

Penyakit busuk batang jagung dapat menyebabkan kerusakan hingga 65%. Tanaman jagung yang terserang penyakit ini tampak layu atau kering seluruh daunnya. Umumnya gejala tersebut terjadi pada stadia generatif. Pangkal batang yang terinfeksi berubah warna dari hijau menjadi kecoklatan, bagian dalam batang busuk, sehingga mudah rebah, dan bagian kulit luarnya tipis. Pada pangkal batang yang terinfeksi akan memperlihatkan warna merah jambu, merah kecoklatan atau coklat.    

Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah pergiliran  tanaman, pemupukan berimbang, menghindari pemberian N tinggi dan K rendah, drainase yang baik, pengendalian  penyakit  busuk  batang  (Fusarium)  secara hayati  dapat  dilakukan  dengan cendawan antagonis Trichoderma sp. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida berbahan aktif benomil, metalaksil atau propamokarb hidroklorida dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.


Karat Daun (Puccinia polysora)

Bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat pada permukaan daun jagung di bagian atas dan bawah, uredinia menghasilkan uredospora yang berbentuk bulat atau oval dan berperan penting sebagai sumber inokulum dalam menginfeksi tanaman jagung yang lain dan sebarannya melalui angin. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi dan infeksinya berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau.

Upaya pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pemusnahan seluruh bagian tanaman terserang sampai ke akarnya (Eradikasi tanaman). Pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan aplikasi fungisida berbahan aktif benomil, metil tiofanat, karbendazim, atau difenokonazole dengan dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.


Bercak Daun (Bipolaris  maydis Syn.)

Penyakit bercak daun pada tanaman jagung dikenal dua tipe menurut ras patogennya yaitu ras O dan T.  Ras O bercak berwarna coklat kemerahan dengan ukuran 0,6 x (1,2-1,9) cm, sedangkan Ras T bercak berukuran lebih besar yaitu (0,6-1,2) x (0,6-2,7) cm.  Ras T berbentuk kumparan dengan bercak berwarna hijau kuning atau klorotik kemudian menjadi coklat kemerahan. Ras  T lebih berbahaya (virulen) dibanding ras O dan pada bibit jagung yang terserang menjadi layu atau mati dalam waktu 3-4 minggu setelah tanam.

Tongkol jagung yang terserang/terinfeksi dini, biji akan rusak dan busuk, bahkan tongkol dapat gugur. Bercak pada ras T terdapat pada seluruh bagian tanaman (daun, pelepah, batang, tangkai kelobot, biji, dan tongkol). Permukaan biji yang terinfeksi ditutupi miselium berwarna abu-abu sampai hitam sehingga dapat menurunkan hasil yang cukup besar.

Upaya pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pemusnahan seluruh bagian tanaman terserang sampai ke akarnya (Eradikasi tanaman). Pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan aplikasi fungisida berbahan aktif benomil, metil tiofanat, karbendazim, atau difenokonazole dengan dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.


Virus Mosaik

Gejala penyakit ini tanaman menjadi kerdil, daun berwarna mosaik atau hijau dengan diselingi garis-garis kuning, dan dilihat secara keseluruhan tanaman jagung tampak berwarna agak kekuningan  mirip dengan gejala bulai namun permukaan daun bagian bawah dan atas dipegang tidak terasa adanya serbuk spora. Penularan virus dapat terjadi secara mekanis atau melalui serangga Myzus percicae dan Rhopalopsiphum maydis secara non persisten. Tanaman jagung yang terinfeksi virus ini umumnya terjadi penurunan hasil.

Upaya pengendalian yang dapat dilakukan yaitu, mencabut tanaman yang terinfeksi seawal mungkin agar tidak menjadi sumber infeksi bagi tanaman sekitarnya ataupun pertanaman yang akan datang, pergiliran tanaman atau tidak menanam jagung terus menerus di lahan yang sama, pengendalian serangga vektor penular virus ini, terutama kutu Mysus persicae, serta tidak penggunakan benih yang berasal dari tanaman yang terinfeksi virus.




Baca Artikel Lain  :


 

No comments:

Post a Comment